Selasa, 12 Februari 2013

Belajar dari kesalahan


Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, dan mencoba lagi melakukan dalam cara yang berbeda”
--Dale Carnegie--

Seorang pemuda ingin sekali menjadi penulis best seller. Dia bercita-cita kelak menjadi seorang penulis hebat yang terkenal dan buku-bukunya laris manis di pasaran. Dia sangat terinspirasi oleh seorang penulis idolanya yang bias hidup mapan hanya dengan menikmati royalty dari bukunya yang sudah puluhan kali cetak ulang.

Sang pemuda itupun mulai memilih tema buku yang bakal ditulisnya. Ia susun kerangka, dafta isi, kenudian ia lanjutkan menulis kalimat demi kalimat, baba demi bab. Siang malam ia bekerja keras menyusun dengan usaha terbaik yang bias ia lakukan. Ia kerahkan waktunya untuk membaca referensi yang menjadikan tulisannya berbobot. Saat suntuk, ia beristirahat sejenak. Saat suntuk hilang, ia segera kembali menuju kamar untuk melanjutkan naskahnya.

Setiap hari seperti itu. Hingga dua bulan kemudian, satu naskah buku setebal 200-an halaman telah selesai, kemudian ia kirimkan ke sebuah penerbit. Penerbit member konfirmasi naskahnya akan dipelajari terlebih dahulu, maksimal dua bulan akan diberi kabar.

Dua bulan kemudian, ia mendapat paketan dari penerbit. Ia buka dengan perasaan harap-harap cemas. Setelah paket dibuka, ternyata itu adalah naskahnya yang disertai dengan surat, “ Maaf, kami tidak bias menerbitkan naskah Anda” Demikian juga ketika ia mengirim ke lima penerbit lain, ia juga menerima jawaban yang selaras, yakni penolakan.

Ia sempat kecewa. Ia merasa bahwa naskah buku yang ditulisnya tidak kalah dengan naskah penulis lainnya. Tetapi penerbit tak member kesempatan untuk terbit sekalipun. Ia kecewa, berbulan-bulan ia menunggu ternyata jawaban tak sesuai dengan harapan.
Ia sempat putus harapan. Namun seorang kawan karibnya datang tepat di saat ia hendak memutuskan untuk menghentikan usahanya. Kawan itu menyarankan untuk menemui penulis idolanya untuk belajar langsung bagaimana menulis yang bisa diterima oleh penerbit.
Pemuda ini pun memutuskan untuk dating menemui penulis idolanya dan belajar disana. Setibanya di rumah penulis idolanya itu, ia melihat sebuah lemari yang berisi 99 judul buku yang ditlis oleh penulis idolanya. Semua itu adalah karya yang ditulis bertahun-tahun pertama kariernya sebagai penulis.

Pemuda itu pn membaca satu per satu, ia kagum bukan main. Hampir semua buku itu luar biasa bagus. Pemuda itu mengungkapkan kekagumannya kepada penulis idolanya itu. “Seperti yang saya duga, Anda memang penuls hebat dengan puluha karya sehebat ini. Buku Anda ini bagus-bagus sekali. Tetapi kenapa saya tidak menjumpainya di toko buku?”
Sang penulis idoalnya itu pun tersenyum bijak, “ Lemari itu berisi koleksi buku-buku saya yang ditolak oleh penerbit lebih dari sepuluh kali setiap judulnya saat awal karer saya sebagai penulis’.

Cerita diatas paling tidak memberikan gambaran kepada kita, bahwa kegagalan merupakan alur hidup yang sangat layak dipersepsikan sebagai tangga untuk mencapai keberhasilan. Banyak dari kita stress, sedih, frustasi dan akhirnya terbentur dinding bernama kegagalan. Keyakinan kita goyah dan akhirnya menyerah, padahal kita baru dua atau tiga kali mengalami kegagalan.
Hampir  semua kita pasti mengenal Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Srikat. Perjuangannya untuk menjadi presiden AS tidaklah semulus yang kita bayangkan. Sebelum terpilih menjadi presiden, rentetan kegagalan telah dilaluinya.
-          1831        : Mengalami kebangkrutan dalam usahanya
-          1832       : Menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal
-          1833       : Kembali menderita kebangkrutan
-          1835       : Istrinya meninggal dunia
-          1837       : Menderi akekalahan dalam suatu kontes pidato
-          1840      : Gagal dalam pemilihan senat Amerika Serikat
-          1842       : Gagal dalam pemilihan kongres AmerikaSerikat
-          1848      : Ia aklah lagi di kongres Amerika Serikat
-          1855       : Ia gagal lagi di senat Amerika Serikat
-          1856       : Ia kalah dalam pemilihan wakil presiden
-          1858       : Ia kalah lagi dalam senat Amerika Serikat
-          1860      : Baru akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat

Apa yang akan terjadi andai pada kegagalan kesepuluh atau ke sebelas Lincoln putus asa dan memutskan berhenti memperjuangkan hidupnya? Tentu kita tidak akan mengenalnya sebagai salah satu pemimpi besar di Amerika Serikat. Tetapi, Lincoln maju terus, kata putus asa sama sekali tidak ada di otaknya. Hasilnya, ia pun mencapai  suatu sukses yang luar biasa.
Kita harus menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhr dari segalanya. Kegagalan justru menjadi tanjakan yang sangat berharga untuk melesat menuju gerbang kesuksesan. Petuah klasik menasihatkan bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Jangan terlalu fokus menghitung berapa kali kita gagal, tapi hitunglah seberapa kuat kita untuk bangkit lagi setalah kita terjatuh.

Jika kita sudah berusaha semampu kita, bekerja keras dan berdoa sepenuh hati, gagal bukanlah sebuah kesalahan. Itulah sebabnya Tuhan tidak pernah mengahramkan manusia untk gagal. Yang dilarang oleh Tuhan adalah berputus asa dari rahmat-Nya.

Joseph Sugarman pernah menasihatkan” Jika Anda mau menerima kegagalan dan bejar darinya,serta menganggap kegagalan sebagai sebuah karunia yang tersembunyi, dan anda bangkit kembali, Anda memiliki potensi menggunakan salah satu sumber kekuatan paling hebat untuk meraih kesuksesan”.

Jangankan kita, manusia-manusia pilihan Tuhan pun kerap mengalami kegagalan dalam perjalanan hidup mereka. Rasululloh SAW 13 tahun berdakwa di Mekkah, mayoritas dakwahnya mengalami kegagalan, berupa penolakan dan permusuhan dari orang yang didakwainya. Nabi diusir oleh kaumnya, dilempari batu oleh penduduk  Thaif, diludahi setiap hari, diasingkan, dipukul gerahamnya hingga retak, bahkan difitnah sebagai tukang sihir. 

Namun semua itu tak sedikitpun penyurutkan langkah beliau untuk berdakwah tetap berjuang merai h suksesnya mendakwahkan kalimat tauhid.Jika Rosululloh saja yang merupakan manusia terpilih pernah mengalami kegagalan, apalagi kita yang keponakan Rosul juga bukan.
Ujain kepahitan dan kegagalan bisa jadi mendekatkan diri kepada allah SWT, bila dihadapi dengan tawakkal, berdoa, dan mengikhlaskan diri disertai keyakinan bahwa Allah Maha Tahu yang terbaik bagi dirinya. Sebaliknya, ujian kelapangan malah bisa jadi menjauhkan diri pada Allah, bila disertai lupa diri dan malas beribadah.

0 komentar:

Posting Komentar