“Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan
yang ia lakukan, dan mencoba lagi melakukan dalam cara yang berbeda”
--Dale Carnegie--
Seorang pemuda ingin sekali menjadi penulis best seller. Dia
bercita-cita kelak menjadi seorang penulis hebat yang terkenal dan buku-bukunya
laris manis di pasaran. Dia sangat terinspirasi oleh seorang penulis idolanya
yang bias hidup mapan hanya dengan menikmati royalty dari bukunya yang sudah
puluhan kali cetak ulang.
Sang pemuda itupun mulai memilih tema buku yang bakal
ditulisnya. Ia susun kerangka, dafta isi, kenudian ia lanjutkan menulis kalimat
demi kalimat, baba demi bab. Siang malam ia bekerja keras menyusun dengan usaha
terbaik yang bias ia lakukan. Ia kerahkan waktunya untuk membaca referensi yang
menjadikan tulisannya berbobot. Saat suntuk, ia beristirahat sejenak. Saat
suntuk hilang, ia segera kembali menuju kamar untuk melanjutkan naskahnya.
Setiap hari seperti itu. Hingga dua bulan kemudian, satu naskah
buku setebal 200-an halaman telah selesai, kemudian ia kirimkan ke sebuah
penerbit. Penerbit member konfirmasi naskahnya akan dipelajari terlebih dahulu,
maksimal dua bulan akan diberi kabar.
Dua bulan kemudian, ia mendapat paketan dari penerbit. Ia buka
dengan perasaan harap-harap cemas. Setelah paket dibuka, ternyata itu adalah
naskahnya yang disertai dengan surat, “ Maaf, kami tidak bias menerbitkan
naskah Anda” Demikian juga ketika ia mengirim ke lima penerbit lain, ia juga
menerima jawaban yang selaras, yakni penolakan.
Ia sempat kecewa. Ia merasa bahwa naskah buku yang ditulisnya
tidak kalah dengan naskah penulis lainnya. Tetapi penerbit tak member
kesempatan untuk terbit sekalipun. Ia kecewa, berbulan-bulan ia menunggu
ternyata jawaban tak sesuai dengan harapan.
Ia sempat putus harapan. Namun seorang kawan karibnya datang
tepat di saat ia hendak memutuskan untuk menghentikan usahanya. Kawan itu
menyarankan untuk menemui penulis idolanya untuk belajar langsung bagaimana
menulis yang bisa diterima oleh penerbit.
Pemuda ini pun memutuskan untuk dating menemui penulis idolanya
dan belajar disana. Setibanya di rumah penulis idolanya itu, ia melihat sebuah
lemari yang berisi 99 judul buku yang ditlis oleh penulis idolanya. Semua itu
adalah karya yang ditulis bertahun-tahun pertama kariernya sebagai penulis.
Pemuda itu pn membaca satu per satu, ia kagum bukan main. Hampir
semua buku itu luar biasa bagus. Pemuda itu mengungkapkan kekagumannya kepada
penulis idolanya itu. “Seperti yang saya
duga, Anda memang penuls hebat dengan puluha karya sehebat ini. Buku Anda ini
bagus-bagus sekali. Tetapi kenapa saya tidak menjumpainya di toko buku?”
Sang penulis idoalnya itu pun tersenyum bijak, “ Lemari itu berisi koleksi buku-buku saya
yang ditolak oleh penerbit lebih dari sepuluh kali setiap judulnya saat awal
karer saya sebagai penulis’.
Cerita diatas paling tidak memberikan gambaran kepada kita,
bahwa kegagalan merupakan alur hidup yang sangat layak dipersepsikan sebagai
tangga untuk mencapai keberhasilan. Banyak dari kita stress, sedih, frustasi
dan akhirnya terbentur dinding bernama kegagalan. Keyakinan kita goyah dan
akhirnya menyerah, padahal kita baru dua atau tiga kali mengalami kegagalan.
Hampir semua kita pasti
mengenal Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Srikat. Perjuangannya untuk
menjadi presiden AS tidaklah semulus yang kita bayangkan. Sebelum terpilih
menjadi presiden, rentetan kegagalan telah dilaluinya.
-
1831 :
Mengalami kebangkrutan dalam usahanya
-
1832 :
Menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal
-
1833 :
Kembali menderita kebangkrutan
-
1835 :
Istrinya meninggal dunia
-
1837 :
Menderi akekalahan dalam suatu kontes pidato
-
1840 :
Gagal dalam pemilihan senat Amerika Serikat
-
1842 :
Gagal dalam pemilihan kongres AmerikaSerikat
-
1848 :
Ia aklah lagi di kongres Amerika Serikat
-
1855 :
Ia gagal lagi di senat Amerika Serikat
-
1856 :
Ia kalah dalam pemilihan wakil presiden
-
1858 :
Ia kalah lagi dalam senat Amerika Serikat
-
1860 :
Baru akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat
Apa yang akan terjadi andai pada kegagalan kesepuluh atau ke
sebelas Lincoln putus asa dan memutskan berhenti memperjuangkan hidupnya? Tentu
kita tidak akan mengenalnya sebagai salah satu pemimpi besar di Amerika Serikat.
Tetapi, Lincoln maju terus, kata putus asa sama sekali tidak ada di otaknya.
Hasilnya, ia pun mencapai suatu sukses
yang luar biasa.
Kita harus menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhr dari
segalanya. Kegagalan justru menjadi tanjakan yang sangat berharga untuk melesat
menuju gerbang kesuksesan. Petuah klasik menasihatkan bahwa kegagalan adalah
keberhasilan yang tertunda. Jangan terlalu fokus menghitung berapa kali kita
gagal, tapi hitunglah seberapa kuat kita untuk bangkit lagi setalah kita
terjatuh.
Jika kita sudah berusaha semampu kita, bekerja keras dan berdoa
sepenuh hati, gagal bukanlah sebuah kesalahan. Itulah sebabnya Tuhan tidak
pernah mengahramkan manusia untk gagal. Yang dilarang oleh Tuhan adalah
berputus asa dari rahmat-Nya.
Joseph Sugarman pernah menasihatkan” Jika Anda mau menerima
kegagalan dan bejar darinya,serta menganggap kegagalan sebagai sebuah karunia
yang tersembunyi, dan anda bangkit kembali, Anda memiliki potensi menggunakan
salah satu sumber kekuatan paling hebat untuk meraih kesuksesan”.
Jangankan kita, manusia-manusia pilihan Tuhan pun kerap mengalami
kegagalan dalam perjalanan hidup mereka. Rasululloh SAW 13 tahun berdakwa di
Mekkah, mayoritas dakwahnya mengalami kegagalan, berupa penolakan dan
permusuhan dari orang yang didakwainya. Nabi diusir oleh kaumnya, dilempari
batu oleh penduduk Thaif, diludahi
setiap hari, diasingkan, dipukul gerahamnya hingga retak, bahkan difitnah
sebagai tukang sihir.
Namun semua itu tak sedikitpun penyurutkan langkah beliau untuk
berdakwah tetap berjuang merai h suksesnya mendakwahkan kalimat tauhid.Jika
Rosululloh saja yang merupakan manusia terpilih pernah mengalami kegagalan,
apalagi kita yang keponakan Rosul juga bukan.
Ujain kepahitan dan kegagalan bisa jadi mendekatkan diri kepada
allah SWT, bila dihadapi dengan tawakkal, berdoa, dan mengikhlaskan diri
disertai keyakinan bahwa Allah Maha Tahu yang terbaik bagi dirinya. Sebaliknya,
ujian kelapangan malah bisa jadi menjauhkan diri pada Allah, bila disertai lupa
diri dan malas beribadah.
0 komentar:
Posting Komentar